ATR/BPN Sanggau diduga lambat proses sertifikat tanah warga. Herri Supriady SH protes pelayanan tidak sesuai SOP. Berkas dikirim ke Kanwil sejak 2024, tapi hingga 2025 tak ada progres. Apakah ini kelalaian atau ada mafia pertanahan? Baca investigasi ini.
SANGGAU, Infokalbar.com – Jika Anda ingin menguji kesabaran manusia, jangan ajak mereka bermeditasi—suruh saja urus sertifikat tanah di ATR/BPN Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat.
Kisah Herri Supriady SH dan kliennya, Muhamad Isnu, adalah bukti bahwa birokrasi Indonesia masih setia dengan tradisi: “Datang, Antre, Menunggu, dan… Tunggu Lagi.”
Sejak 9 November 2023, berkas sertifikat tanah di Jalan PH Sulaiman RT 004 itu hilang dalam labirin bernama “prosedur”.
Padahal, menurut Permen ATR/BPN Nomor 16/2021 dan PP No. 24/1997, proses seharusnya selesai dalam hitungan bulan. Tapi di Sanggau, waktu seperti berlari di atas treadmill—capek di tempat.
Berkas Dikirim ke Kanwil Atau ke Alam Gaib?
Saat dikonfirmasi, Nugroho Budi Yulianto SH, Plt Kepala Sub Seksi Penetapan Hak Tanah ATR/BPN Sanggau, dengan wajah polos bak anak TK yang ketahuan mencuri kue, mengatakan: “Berkas sudah dikirim ke Kanwil Kalbar sejak 2024!”
Pertanyaannya: Di mana buktinya? Jika berkas sudah dikirim, mengapa hingga 2025 tidak ada progres?
Apakah dokumen itu dikirim via JNE Antariksa atau tersangkut di black hole birokrasi?
Herri, sang penerima kuasa, hanya bisa geleng-geleng. *”Ini melanggar SOP dan UU KIP Nomor 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi,”* protesnya.
Tapi, siapa peduli? Di negeri ini, aturan sering kali hanya jadi wallpaper kantor pemerintah.
SOP ATR/BPN Itu Antara Fiksi dan Fantasi
Menurut Permen ATR/BPN No. 2/2025, kewenangan penetapan hak tanah seharusnya lebih cepat. Tapi di Sanggau, sepertinya yang berlaku adalah *”Permen Nomor 1/1945: Sabar adalah Kunci”*.
Herri pun membongkar lembaran aturan:
PP Nomor 24/1997: Proses pendaftaran tanah harus transparan.
Permen Nomor 16/2021: Percepatan pelayanan.
UU KIP Nomor 14/2008: Hak masyarakat tahu status berkas.
Tapi di ATR/BPN Sanggau, aturan-aturan itu seperti lirik lagu lama—dinyanyikan, tapi tak dipraktikkan.
Mafia Pertanahan Atau Sekadar Inkompetensi?
Ada dua kemungkinan mengapa sertifikat ini tak kunjung terbit:
Birokrasi yang lelah sehingga berkas masuk folder “Nanti Dulu”.
Ada permainan terselubung—siapa tahu ada “pemain” yang ingin warga frustrasi dan beralih ke “jalur cepat berbayar”.
Herri curiga: “Ini tidak sesuai SOP!” Tapi, siapa yang berani mengaudit “kerajaan kecil” ATR/BPN?
Mungkin Kita Butuh Exorcist untuk Birokrasi
Jika dukun bisa diminta mengusir hantu, mungkin ATR/BPN butuh tim eksorsis untuk mengusir hantu birokrasi.
Beberapa opsi:
Kirim berkas via Gojek (lebih cepat sampai).
Pasang GPS tracker di map berkas (biar tahu nyangkut di mana).
Adukan ke Menteri ATR/BPN via TikTok (siapa tahu viral dan langsung diproses).
Ketika Pelayanan Publik Jadi Bahan Stand-Up Comedy
Kasus Herri dan Isnu bukan yang pertama, dan pasti bukan yang terakhir. Jika ATR/BPN ingin membuktikan mereka bukan “mafia terselubung”, saatnya bertindak. Jangan sampai sertifikat baru keluar saat anak cucu Isnu sudah jadi nenek-nenek. (ARP)