MEMPAWAH, Infoindonesia.net – Di bawah langit Kalimantan yang biru, tempat sang Khatulistiwa membentang agung, sebuah riak keruh tiba-tiba mengusik ketenangan.
Bukan badai tropis atau banjir yang meluap, melainkan ombak digital yang digulirkan oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab, menabur benih dusta, dan menuai badai fitnah.
Kali ini, sasaran empuknya tak lain adalah Haji Ria Norsan, nahkoda Kalimantan Barat, dan sang srikandi Hj. Erlina, Bupati Mempawah yang gigih mengabdi.
Algoritma Menjadi Peluncur Fitnah
Begitulah kisah ini bermula. Di tengah gemuruh media sosial, sebuah akun TikTok bernama “Surya Info” tiba-tiba muncul bagai hantu di siang bolong, menebar narasi yang menusuk kalbu, menuding tanpa bukti, dan meracuni ruang publik dengan ujaran kebencian.
Setiap ketikan, setiap unggahan video, seolah dirancang untuk menghantam martabat, melukai kehormatan, dan meruntuhkan kepercayaan publik yang telah lama terpupuk.
Namun, tentakel fitnah itu tak berhenti hanya di panggung TikTok. Ia merayap, menjalar, dan menyebar bak virus melalui lorong-lorong privat aplikasi WhatsApp.
Sebuah poster, dirancang dengan licik, menampilkan potret Bapak H. Ria Norsan berdampingan dengan Ibu Hj. Erlina.
Di bawah bingkai foto yang sejatinya mencerminkan dedikasi, tertera kalimat-kalimat provokatif yang membakar amarah: “Gurita Korupsi Kerajaan Erlangga” dan “Dibohongi Gubernur Kalimantan Barat”.
Sebuah orkestrasi kebohongan yang dirancang untuk menggiring opini, merusak citra, dan menciptakan kekacauan.
Ancaman Nyata Destabilisasi Sosial di Tengah Gempuran Hoaks
LSM MEMPAWAH BERANI, sebagai garda terdepan penjaga integritas sosial, tak tinggal diam.
Dengan napas tertahan dan hati yang bergejolak, mereka menyuarakan keprihatinan mendalam, sekaligus melayangkan kecaman keras terhadap aksi tak beradab ini.
“Ini bukan sekadar kritik,” tegas Ketua LSM Mempawah Berani, Maman Suratman dengan nada bergetar, “ini adalah penyerangan pribadi yang keji, politisasi jahat yang tak bertanggung jawab, dan pembunuhan karakter yang tak bisa ditoleransi.”
Mereka sadar betul, tuduhan-tuduhan tanpa dasar seperti ini bukan hanya sekadar goresan luka pada individu, melainkan potensi bahaya yang menganga lebar bagi stabilitas sosial.
Bukankah sejarah telah berulang kali membuktikan, bahwa fitnah adalah cikal bakal perpecahan, pemicu kebencian, dan pemantik api konflik di tengah masyarakat?
Kebenaran yang diputarbalikkan, informasi yang menyesatkan, adalah racun yang perlahan namun pasti meruntuhkan tatanan.
Seruan Tegas Hukum Harus Bertindak, Keadilan Harus Ditegakkan
Maka, dari sanalah, dari lubuk hati yang paling dalam, LSM MEMPAWAH BERANI mendesak sang Gubernur untuk tak gentar, untuk segera mengambil langkah hukum tegas.
Bukan hanya terhadap akun “Surya Info” yang bersembunyi di balik tabir anonimitas, melainkan juga terhadap siapa pun yang terlibat, yang mendalangi, yang memproduksi, dan yang tanpa malu menyebarkan materi fitnah ini.
“Hukum harus ditegakkan,” seru mereka, suaranya menggema di ruang-ruang diskusi, “untuk menjaga kehormatan dan martabat pejabat publik, dan yang tak kalah penting, untuk melindungi masyarakat dari belitan informasi yang menyesatkan.”
Di era digital yang serba cepat ini, di mana batas antara fakta dan fiksi kian kabur, peran hukum menjadi semakin krusial. Ia adalah benteng terakhir yang menjaga agar ruang publik kita tidak dikotori oleh noda-noda kebencian dan dusta.
Ia adalah penegak keadilan yang harus berdiri tegak, tak pandang bulu, demi menjaga harmoni dan kedamaian.
Maman Suratman: Suara Nurani Melawan Arus Kebohongan
Pada hari Rabu, 30 Juli 2025, Ketua LSM MEMPAWAH BERANI, Maman Suratman, tampil ke depan, melayangkan seruan yang menggetarkan.
Kata-katanya bukan hanya sekadar imbauan, melainkan sebuah ajakan moral, sebuah panggilan nurani kepada seluruh masyarakat Kalimantan Barat.
“Jangan mudah terpengaruh oleh propaganda digital yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya dengan sorot mata tajam, namun penuh harap. “Mari bersama-sama menjaga ruang digital yang sehat, bermartabat, dan bebas dari fitnah.”
Maman Suratman adalah suara yang mewakili jutaan harapan, sebuah mercusuar di tengah badai informasi.
“Jangan biarkan ruang publik kita dikotori oleh kebencian dan dusta,” ia kembali menegaskan, suaranya sarat dengan kepedulian.
“Tegakkan hukum, lawan fitnah!” Sebuah seruan yang menggema, bukan hanya di telinga, melainkan di sanubari setiap insan yang mendamba keadilan dan kebenaran.
Ini adalah sebuah pertempuran, bukan dengan senjata atau kekerasan fisik, melainkan dengan akal sehat, integritas, dan keberanian.
Pertempuran melawan gelombang kebohongan yang dirancang untuk memecah belah. Pertempuran untuk menjaga martabat, menjunjung tinggi kebenaran, dan melindungi demokrasi dari serangan tak terlihat namun mematikan.
Menjaga Api Kebenaran di Tengah Kegelapan Digital
Kisah ini adalah pengingat betapa rentannya kita di era digital, di mana jempol dan jari bisa menjadi senjata ampuh untuk menyebarkan kebohongan.
Namun, ia juga adalah testimoni akan kekuatan kolektif, akan suara-suara yang berani bangkit dan melawan.
Bahwa di tengah kegelapan, api kebenaran akan selalu menyala, dipupuk oleh mereka yang percaya pada integritas, pada akal sehat, dan pada keadilan.
Mari kita, sebagai warga negara yang bertanggung jawab, mengambil peran aktif.
Bukan hanya menjadi konsumen informasi, melainkan juga filter yang cerdas, penjaga yang waspada, dan pelopor dalam menyebarkan kebaikan.
Karena masa depan ruang digital kita, dan bahkan masa depan bangsa ini, sangat bergantung pada bagaimana kita memilih untuk menavigasi lautan informasi yang tak terbatas ini.
Akankah kita membiarkan diri terombang-ambing oleh gelombang fitnah, ataukah kita akan berlayar teguh, membawa panji kebenaran menuju cakrawala yang lebih cerah.(ARP)