SANGGAU, Infoindonesia.net – Sorotan tajam kini mengarah pada PT Mendawa Argopura Sentosa (PT MAS). Perusahaan pertambangan bauksit di Sanggau, Kalimantan Barat, itu diduga mengantongi izin operasi di kawasan hutan dilindungi. Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, pun diminta segera mencabut izin usaha perusahaan.
Berdasarkan investigasi lapangan, Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) PT MAS tumpang-tindih dengan dua area kritis Hutan Adat Dori Tunggal serta Hutan Lindung Sanggau Kapuas.
Lokasi operasi perusahaan membentang di tiga desa Penyelimau Jaya, Tapang Dulang, serta Penyelimau, Kecamatan Kapuas.
Aktivitas ekskavasi serta pengangkutan material ditengarai berpotensi merusak ekosistem hutan adat sekitarnya. Dampak langsung kini mulai dirasakan warga.
Ancaman Bagi Hutan Adat Dayak
Hutan Adat Dayak Dori Tunggal bukan sekadar gugusan pohon. Kawasan ini merupakan hutan primer terakhir bagi masyarakat Dayak Penyelimau.
Fungsinya vital sebagai penjaga siklus air, sumber mata air bersih, serta jantung kehidupan kultural warga. Eksploitasi bauksit oleh PT MAS mengancam keberlangsungan seluruh ekosistem.
Ancaman nyata meliputi hilangnya tutupan hutan primer, pencemaran aliran sungai, serta gangguan terhadap pasokan air bersih ribuan penduduk.
Perjuangan masyarakat adat Dayak Penyelimau melampaui sekadar perlindungan lingkungan.
Ini adalah pertaruhan hak asasi manusia serta identitas budaya. Hutan adat menyediakan sumber pangan, obat-obatan tradisional, serta nilai spiritual turun-temurun.
Keberadaan tambang bauksit berisiko memutus mata rantai kehidupan ini, memicu ketidakadilan lingkungan serta sosial.
Perlawanan warga merupakan bagian dari perjuangan global masyarakat adat mempertahankan ruang hidupnya dari ekspansi industri ekstraktif.
Desakan Pencabutan Izin
Desakan kepada Menteri Kehutanan untuk mencabut izin PT MAS makin menguat. Dasar permintaannya jelas adanya dugaan pelanggaran hukum serta tumpang-tindih izin dengan kawasan hutan berstatus lindung serta adat Dayak.
Pencabutan izin dinilai sebagai langkah korektif pertama untuk mencegah kerusakan lebih parah.
Langkah ini sekaligus menjadi ujian komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum lingkungan serta menghormati hak-hak masyarakat adat Dayak.
Nasib Hutan Adat Dori Tunggal kini berada di ujung tanduk. Keputusan pemerintah akan menentukan apakah hutan primer terakhir ini bertahan atau punah tergantikan lobang-lobang tambang.
Masyarakat menunggu tindakan tegas. Bukan hanya untuk Sanggau, tetapi untuk memberi preseden baik dalam tata kelola pertambangan serta pengakuan hak masyarakat adat di Indonesia.
Konflik ini mengingatkan umat manusia, hutan bukan sekadar cadangan tambang, tetapi warisan hidup untuk generasi mendatang.











