Berita

Mempertaruhkan Asa di Secangkir Kopi: Lebih Dekat Bersama Sosok Burhanudin Abdullah di Balik Laskar Antikorupsi

Infoindonesia
110
×

Mempertaruhkan Asa di Secangkir Kopi: Lebih Dekat Bersama Sosok Burhanudin Abdullah di Balik Laskar Antikorupsi

Sebarkan artikel ini
Adalah Burhanudin Abdullah, sang nahkoda Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), yang malam itu menjadi pusat gravitasi perbincangan.
Adalah Burhanudin Abdullah, sang nahkoda Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), yang malam itu menjadi pusat gravitasi perbincangan.
Example 468x60

JERUJU, Infoindonesia.net – Di bawah naungan langit Pontianak yang berarak jingga, di sebuah sudut kota yang dijuluki Jeruju City, sebuah adegan sederhana terhampar, namun sarat makna.

Bukan panggung megah atau podium bersorot lampu, melainkan hanya beberapa kursi yang saling berhadapan, menjadi saksi bisu sebuah perhelatan pikiran yang tak kalah penting.

Example 300x600

Suasana hangat, dihiasi aroma kopi yang menyeruak, seolah menjadi penawar bagi dahaga akan kebenaran dan keadilan yang kerap terasa gersang di bumi pertiwi.

Di sanalah, sebuah perjumpaan akrab terjadi, merajut benang-benang asa di tengah rimba intrik dan pragmatisme yang seringkali membelenggu.

Adalah Burhanudin Abdullah, sang nahkoda Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), yang malam itu menjadi pusat gravitasi perbincangan.

Namanya, beserta jabatannya, menggema, membawa serta bobot sebuah komitmen yang telah teruji waktu.

Ia, dengan tatapan mata penuh determinasi namun tetap ramah, menyambut setiap pertanyaan, seolah setiap aksara yang terucap adalah bagian dari manifesto perjuangan.

Dalam balutan suasana coffee morning yang santai, namun sejatinya diwarnai gelora perjuangan tak berkesudahan, Burhanudin mengurai benang merah perjalanan LAKI yang telah menjejak satu setengah dekade.

“Sejak tahun 2010,” ujarnya, dengan intonasi yang tegas namun sarat makna, “LAKI telah menjalin kerja sama yang tak terputus dengan Kejaksaan Agung”.

Ini bukan sekadar formalitas di atas kertas, melainkan sebuah ikatan suci dalam rangka pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi.

“Dan, percayalah, ikatan ini akan terus kami jaga hingga titik darah penghabisan,” ucapnya.

Kata-kata itu meluncur, memecah kesunyian malam, bukan sebagai retorika kosong, melainkan sebagai sumpah seorang pejuang yang telah memahami medan perang.

Kerjasama yang ia sebutkan bukan hanya sebatas Memorandum of Understanding (MoU) yang acapkali hanya menjadi pajangan.

Ia adalah denyut nadi sebuah gerakan, sinergi antara masyarakat sipil dengan aparat penegak hukum, dalam upaya membedah nanah korupsi yang menggerogoti tubuh bangsa.

Bayangkan, sejak tahun 2010, ketika bibit-bibit korupsi masih menjalar liar, LAKI telah berdiri tegak, tak gentar menghadapi badai.

Data dari Transparency International menunjukkan, indeks persepsi korupsi Indonesia pada tahun-tahun awal dekade 2010-an masih jauh dari kata memuaskan.

Dalam konteks itulah, peran LAKI menjadi sangat krusial, sebagai mata dan telinga masyarakat, sekaligus mitra strategis bagi aparat.

Korupsi Haram Hukumnya, Tiada Ampun Baginya

Bagi Burhanudin, dan seluruh laskar di bawah panji LAKI, pemberantasan korupsi bukanlah pilihan, melainkan harga mati. Sebuah prinsip yang tertanam kuat, tak bisa ditawar-tawar.

Dalam kamus perjuangan mereka, tak ada ruang untuk kompromi, apalagi belas kasih, kepada para durjana yang menggerogoti hak rakyat. “Tanpa ampun,” tegasnya, mengulangi keyakinan yang terpancar dari sorot matanya. “Apalagi belas kasih kepada koruptor? No! Itu adalah haram hukumnya.”

Pernyataan ini bukan sekadar gertakan sambal. Ini adalah cerminan dari filosofi yang mendalam, bahwa korupsi bukan sekadar kejahatan ekonomi, melainkan kejahatan kemanusiaan.

Ia merenggut masa depan generasi, menghancurkan tatanan sosial, dan mengoyak kain keadilan.

Di tengah hiruk pikuk perdebatan tentang hukuman mati bagi koruptor, atau wacana remisi yang kerap memicu kontroversi, suara Burhanudin adalah gema dari nurani publik yang mendambakan ketegasan.

Data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap menunjukkan bahwa vonis terhadap koruptor masih tergolong ringan dibandingkan dengan kerugian negara yang ditimbulkan.

Ini adalah ironi yang menyayat hati, dan seruan “tanpa ampun” dari Burhanudin adalah sebuah desakan, sebuah pekik perlawanan terhadap impunitas.

Antara Romantisme Perjuangan dan Realita Pahit

Namun, di balik narasi perjuangan yang heroik, tersembunyi pula realita yang tak jarang getir.

Pertemuan di Jeruju City ini, dengan segala kehangatan dan keakrabannya, adalah bagian dari mozaik perjuangan yang tak pernah sepi dari tantangan.

Bayangkan, sebuah organisasi non-pemerintah seperti LAKI, harus berhadapan dengan gurita korupsi yang tentakelnya telah menjangkau berbagai lini.

Mereka harus menavigasi labirin birokrasi, menghadapi tekanan politik, bahkan tak jarang, ancaman fisik.

Romantisme perjuangan antikorupsi seringkali berbenturan dengan pragmatisme kekuasaan dan kuatnya jaringan mafia yang melindungi para koruptor.

Keberadaan LAKI, yang terus konsisten sejak 2010, adalah sebuah anomali positif di tengah lanskap pemberantasan korupsi yang seringkali fluktuatif.

Mereka adalah penjaga api, memastikan bara antikorupsi tak pernah padam, meski angin kencang kerap berembus mencoba memadamkannya.

Selepas bincang-bincang yang mengalir seperti air sungai Kapuas, merekam jejak komitmen yang tak tergoyahkan, para punggawa antikorupsi itu pun beranjak pulang.

Langkah mereka mungkin tak segagah pahlawan di medan perang, namun setiap jejak kaki yang mereka tinggalkan adalah simbol harapan.

Sebuah episode singkat di Jeruju City, namun mengandung seribu makna. Ini adalah pengingat bahwa perjuangan melawan korupsi adalah sebuah maraton, bukan sprint.

Ia membutuhkan ketekunan, konsistensi, dan yang terpenting, keberanian untuk tetap berdiri tegak di tengah badai.

Pertemuan ini mungkin hanya sebuah titik kecil dalam peta luas perjuangan antikorupsi di Indonesia.

Namun, dari titik-titik kecil inilah, gelombang perubahan dapat bermula. Dari secangkir kopi dan obrolan hangat.

Terjalinlah kembali benang-benang kekuatan, memperbarui sumpah, dan menguatkan tekad untuk terus memerangi korupsi.

Hingga kelak, integritas benar-benar merajai di setiap sudut negeri. Kisah ini bukan sekadar berita, melainkan sebuah seruan.

Ini sebuah ajakan, untuk setiap anak bangsa agar tak pernah lelah berharap, tak pernah menyerah berjuang, demi Indonesia yang bersih, adil, dan bermartabat. (Wawan Daly Suwandi)

Example 300250
Example 120x600