SANGGAU, Infoindonesia.net – Sebuah SPBU di Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau, Kalbar, diduga beroperasi tanpa mengantongi izin lengkap. Selain tak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), SPBU No. 66.785.04 itu juga disebut menjual bahan bakar minyak (BBM) di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Sejumlah pengendara mengaku membeli BBM di SPBU tersebut dengan harga lebih tinggi dari ketentuan resmi. Praktik semacam ini jelas bertentangan dengan Peraturan BPH Migas Nomor 2 Tahun 2023 tentang tata distribusi BBM tertentu dan BBM khusus penugasan.
Tak hanya soal distribusi, pengelola SPBU juga belum melengkapi dokumen legal bangunan. Padahal, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021, PBG merupakan syarat wajib untuk memastikan bangunan aman, sesuai peruntukan, sekaligus memiliki legalitas hukum. Tanpa dokumen itu, bangunan komersial seharusnya tidak diizinkan beroperasi.
Saat dikonfirmasi, salah satu petugas SPBU menyebut agar awak media menghubungi langsung pihak Pertamina. “Bos tidak bisa dihubungi karena sedang berobat ke Kucing. Silakan konfirmasi ke pihak Pertamina saja,” ujarnya singkat melalui pesan WhatsApp.
Kepala Dinas PUPR Kabupaten Sanggau, Aris Sudarsono saat dimintai keterangan dan konfirmasi nya mengatakan pihaknya hanya berwenang mengawasi bangunan yang sudah mengantongi PBG.
“Coba konfirmasi ke PM PTSP. Kami hanya memproses yang mengajukan permohonan atau sudah punya PBG, barulah pengawasannya ada di kami. Sementara izin usahanya ada di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP),” jelas Aris, kepada Infokalbar melalui pesan singkat WhatsApp, Senin 8 September 2025.
Masalah juga muncul di aspek kontribusi daerah. Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Sanggau mengatakan kepada Infokalbar bahwa PT Meliau Makmur Mandiri selaku pengelola SPBU, belum pernah membayar retribusi sejak beroperasi. Kondisi tersebut berpotensi merugikan pendapatan asli daerah (PAD).
Ketua Forum Wartawan & LSM Kalbar Indonesia, Sujanto SH, menegaskan perlunya penegakan hukum yang konsisten. “Aturan dibuat bukan untuk dilanggar. Kalau ada pelanggaran nyata, aparat tidak boleh tinggal diam,” tegasnya.
Pertanyaan pun mencuat, bagaimana mungkin sebuah SPBU bisa berjalan mulus lebih dari dua tahun tanpa izin lengkap, tanpa kontribusi retribusi, bahkan dengan dugaan menjual BBM di atas harga resmi? (Tasya)